Ilustrasi tiga sahabat muslimah/Freepik
Ilustrasi tiga sahabat muslimah/Freepik
KOMENTAR

ISTILAH toxic people secara sederhana diartikan sebagai orang yang membawa pengaruh buruk bagi sekitarnya.

Pada umumnya, mereka mempunyai pendapat negatif tentang kehidupan sehingga segala sesuatu terlihat salah dan orang lain terlihat rendah. Mereka senang menciptakan konflik dan cenderung memanipulasi orang lain untuk kepentingan pribadinya.

‘Racun’ yang ditebarkan bukan hanya sebatas pada hoaks atau fitnah, melainkan juga perilaku orang tersebut. Misalnya, orang yang memiliki Gangguan Kepriadian Narsistik (NPD), orang yang sombong, hingga orang yang selalu mencela perbuatan orang lain.

Sebagai seorang muslim, kita menyadari bahwa memiliki circle positif adalah salah satu cara kita untuk bisa memperbaiki diri dan menuntun diri untuk kian mendekat kepada Allah Swt.

Karena itulah pertemanan yang baik, yang bebas dari toxic people, adalah sebuah keharusan. Bukankah kita ingin berteman dengan penjual minyak wangi agar kita pun menjadi wangi?

Dalam surah Ali Imran ayat 134, Allah Swt. berfirman yang artinya, “(Yaitu) orang-orang yang selalu berinfak baik di waktu lapang maupun sempit, orang-orang yang mengendalikan kemurkaannya, dan orang-orang yang memaafkan (kesalahan) orang lain. Allah mencintai orang-orang yang mencintai kebaikan.”

Dari ayat tersebut, kita mengetahui bahwa ada tiga cara yang dapat kita lakukan untuk menyikapi orang-orang ‘beracun’ yang ada di sekitar kita. Dan ketiga cara sekaligus memperlihatkan jenjang keutamaannya bagi seorang muslim.

Pertama, mengendalikan kemurkaan alias mengendalikan amarah. Segeram-geramnya kita terhadap mereka yang membawa pengaruh buruk, kita harus tetap tenang. Jangan sampai kita juga tidak berbeda dengannya; mudah mengucapkan kata-kata kasar dan penuh makian.

Kedua, memaafkan kesalahan orang yang toxic. Memaafkan memang tidak mudah, tapi di situlah letak tantangannya. Allah ingin melihat apakah kita memiliki hati yang bersih yang mampu memberi maaf kepada orang yang melakukan perbuatan salah kepada kita. Di situlah keimanan seseorang diuji.

Ketiga, membalas kejahatan dengan kebaikan. Masya Allah, inilah tingkatan tertinggi seorang hamba yang dizalimi. Sekalipun dia mendapat perlakuan tidak menyenangkan bahkan merugikan dari toxic people, dia tidak membalasnya dengan keburukan yang sama—karena itu hanya akan menjadikannya tak kalah ‘beracun’.

Dan tentunya, setelah kita melakukan tiga hal (atau salah satu) dari tiga cara tersebut, segeralah kita meninggalkan lingkungan yang toxic.

Mari bersegera mencari sahabat-sahabat yang mampu membersamai kita untuk meraih jannah Allah.




Hubbu Syahwat

Sebelumnya

Bukankah Aku Ini Tuhanmu?

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Tadabbur